Archive for February 2020
Alat Peraga Turbin Pada Pembangkit Tenaga Listrik Dengan Menggunakan Kipas Computer/ Laptop Bekas
Thursday, 13 February 2020
Posted by okta
·
Latar
Belakang
Di zaman modern ini
banyak masyarakat umumnya menggunakan computer atau laptop sebagai alat
mempermudah pekerjaan. Pengertian Komputer adalah merupakan satu mesin
yang menerima atau input data dan selanjutnya melakukan proses menjadi
informasi yang berguna dan disimpan dalam penyimpanan sekunder untuk penggunaan
masa depan atau dikeluarkan melalui proses output melalui printer dll.
Pengertian
Komputer sebenarnya berasal dari bahasa latin computare yang berarti
menghitung karena luasnya bidang garapan ilmu komputer, para pakar dan peneliti
sedikit berbeda dalam mendefinasikan termininologi komputer
Di
dalam komponen computer atau laptop tersebut digunakan kipas untuk mendinginkan
mesin. Seringkali kipas tersebut mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut
biasanya membuat kipas itu tidak digunakan lagi sehingga banyak bangkai kipas
yang terbengkalai. Maka dari itu, kami mempunyai ide untuk memanfaatkan kipas
tersebut menjadi sebuah Alat peraga turbin pada pembangkit tenaga listrik .
Alat
peraga merupakan media pendidikan yang mengandung atau membawakan ciri-ciri
dari konsep materi yang dipelajari. Alat peraga sendiri merupakan seperangkat
benda kongkret yang dirancang, secara sengaja yang digunakan untuk membantu
menanamkan dan mengembangkan konsep-konsep pada mata pelajaran tertentu. Dengan
alat peraga, hal-hal yang abstrak dapat disajikan dalam bentuk model-model
yang berupa benda konkret yang dapat dilihat,dipegang sehingga dapat lebih
mudah dipahami.
·
Tujuan
Tujuan dari alat yang kami buat ini
adalah
1. Memanfaatkan
barang bekas menjadi barang yang berguna.
2. Menyeselesaikan
tugas fisika dasar yang diberikan.
3. Sebagai
bahan pembelajaran turbin tersebut dapat menghasilkan listrik.
·
Alat
Dan Bahan
1. Kipas
computer/laptop bekas
2. Solder
3. Timah
4. Balok
kayu
5. Gunting
6. Paku
7. Tiang
Kayu kecil
8. Obeng
9. Lampu
10. Selotip
11. Kabel
12. Diode
13. Kayu
yang telah di bentuk tuas
14. Lem
·
Cara
Pembuatan
v Pembuatan Turbin
1. Bukalah
kipas computer tersebut lalu ambillah tembaga tersebut dengan melilitnya
ketempat lain.
2. Setelah
itu gulunglah kembali tembaga itu dengan teknik penggulungan satu arah.
Usahakan tembaga tersebut tidak putus untuk mengurangi kegagalan dalam
pembuatannya.
3. Setelah
itu usahakan tembaga yang dililit tersebut bersisa dua bagian, tujuannya untuk
menyambungkannya ke kabel.
4. Tutuplah
kembali kipas tersebut.
5. Kabel
yang telah disambungkan tadi bagian pertamanya disambungkan ke diode dan bagian
yang lainnya disambungkan kelampu. Fungsi dari diode adalah untuk mengubah
listrik DC menjadi AC.
6. Tempellah
tuas kayu dengan menggunakan lem ke tutup kipas angina tersebut.
v Meletakkan turbin
1. Tempellah
kipas yang dibuat menjadi turbin tersebut ke balok kayu dengan menggunakan
obeng
2. Letakkan
tiang kayu ke balok, tujuan tiang kayu tersebut adalah untuk meletakkan lampu.
·
Cara
kerja alat
Cara kerja alat yang kami buat yaitu
dengan memutar tuas kayu yang tersedia sehingga lampu yang ada akan hidup.
·
Design
proyek
Nantinya
gambaran design dari alat yang kami buat adalah seperti pada gambar berikut:
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Negara
Kesatuan Republik Indosesia yang terhimpun dari bermacam – macam suku dan
budaya dalam berbagai daerah dari Sabang hingga Merauke yang memliki banyak
perbedaan atas potensi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang timbul
karena perbedaan letak geografis suatu daerah atau latar belakang sejarah
daerah tertentu, tentunya berbagai daerah tersebut membutuhkan
penerapan kebijakan daerah yang berbeda pula. Dalam hal ini bangsa Indonesia
kini telah berhasil membentuk kebijakan Otonomi Daerah yang memberikan
kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya sendiri
yang sesuai dengan karakter Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia di
daerahnya sendiri.
Kebijakan
otonomi daerah yang memberikan kewenangan terhadap pemerintah daerah tetap
harus berpedoman pada undang – undang yang berlaku secara nasional di
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak ada pertentangan antara
kebijakan hukum secara nasional dengan kebijakan hukum di daerah. Adanya
perbedaan diantaranya sangat dimungkinkan terjadi selama perbedaan tersebut
tidak bertentangan dengan undang – undang karena inti dari konsep pelaksanaan
otonomi daerah adalah upaya memaksimalkan daerah yakni, memaksimalkan hasil
yang akan dicapai dan sekaligus menghindari kerumitan dan hal – hal yang dapat
menghambat pelaksanaan otonomi daerah. Dengan demikian, tuntutan masyarakat
dapat terjawab secara nyata dengan penerapan otonomi daerah yang luas dan
kelangsungan pelayanan umum tidak diabaikan.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
hakikat otonomi daerah?
2. Bagaimana
sejarah otonomi daerah di Indonesia?
3. Bagaimana
hubungan otonomi daerah dengan pembangunan daerah?
4. Bagaimana
kesalahpahaman yang muncul terhadap otonomi daerah?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
hakikat otonomi daerah
2. Mengetahu
sejarah otonomi daerah di Indonesia
3. Mengetahui
hubungan otonomi daerah dengan pembangunan daerah
4. Mengetahui
kesalahpahan yang muncul terhadap otonomi daerah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat
otonomi daerah
Terdapat
dua undang – undang yang menjadi pedoman dasar pelaksanaan otonomi daerah
yakni, Undang - Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti oleh Undang -
Undang Nomor 32 tahun 2004
dan Undang - Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang kemudian diganti
dengan Undang -
UndangNomor 33 tahun 2004. Otonomi daerah adalah kewenangan
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang – undangan.
Hakikat
otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban suatu daerah untuk membentuk
dan menjalakan suatu pemerintahannya sendiri sesuai dengan peraturan undang –
undang yang berlaku, sebagaimana dijelaskan mengenai kewenangan daerah,
kewajiban kepala daerah dan hal – hal yang terkait dalam Undang – Undang
yang telah ditetapkan.
B. Sejarah
otonomi daerah
Perjalanan
bangsa Indonesia melalui berbagai sistem pemerintahan dan dipimpin berbagai
macam kepala pemerintahan serta munculnya masalah – masalah baru dalam
lingkungan pemerintah ataupun lingkungan masyarakat tentu sangat membutuhkan
tatanan hukum yang berbeda dari waktu ke waktu untuk mewujudkan kesejahteraan
seluruh bangsa Indonesia.
Keberadaan
kebijakan mengenai Pemerintahan Daerah bukan merupakan hal yang final, statis
dan tetap tetapi membutuhkan pembaruan – pembaruan untuk mengatasi berbagai
keadaan dan masalah baru yang muncul. Berikut ini adalah sejarah perkembangan
undang – undang yang menjadi pedoman mengenai otonomi daerah :
1. UU
No. 1 tahun 1945 mengatur Pemerintah Daerah yang membagi tiga jenis daerah
otonom yakni, keresidenan, kabupaten, dan kota.
2. UU
No. 22 tahun 1948 mengatur susunan Pemerintah Daerah yang demokratis,
membagi dua jenis daerah otonom yakni, daerah otonom biasa dan otonomi
istimewa, dan tiga tingkatan daerah otonom yakni, provinsi, kab/ kota dan desa.
3. UU
No. 1 tahun 1957 mengatur tunggal yang berseragam untuk seluruh Indonesia.
4. UU
No. 18 tahun 1965 mengatur otonomi yang menganut sistem otonomi yang riil
dan seluas luasnya.
5. UU
No.5 tahun 1974 mengatur pokok – pokok penyelenggaraan pemerintahan yang
menjadi tugas pemerintah pusat di daerah (prinsip yang dipakai : otonomi yang
nyata dan bertanggungjawab; merupakan pembaruan dari otoda yang seluas –
luasnya dapat menimbulkan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan NKRI, dan
tidak serasi dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi).
6. UU
No. 22 tahun 1999 mengatur tentang Pemerintahan Daerah (perubahan mendasar
pada format otoda dan substansi desentralisasi).
7. UU
No. 25 tahun 1999 mengatur tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.
8. UU
No. 32 tahun 2004 mengatur Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU
No. 22 tahun 1999
9. UU
No. 33 tahun 2004 mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah ( perubahan UU didasarkan pada berbagai UU yang terkait
di bidang politik dan keuangan negara antara lain: UU No. 12 tahun 2003
tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD; UU No. 22 tahun 2003 tentang Susunan
dan Kedudukan MPR, DPR, DPD; UU No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden; UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU No. 1
tahun 2004 tantang Perbendaharaan Negara; UU No. 15 tahun 2004 tentang
Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara ).
Sedangkan
perubahan yang mendasar dari pedoman Otonomi Daerah dari UU No. 22 tahun 1999
digantikan oleh UU No. 32 tahun 2004 adalah sebagai berikut
1. Prinsip
– Prinsip Otonomi Daerah dalam UU No. 22 tahun 1999
a. Demokrasi,
keadilan, pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah.
b. Otonomi
luas, nyata, dan bertanggungjawab.
c. Otonomi
daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota.
d. Sesuai
dengan konstitusi negara.
e. Kemandirian
daerah otonom.
f. Meningkatkan
peranan dan fungsi badan legislatif daerah.
g. Asas
dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi sebagai wilayah administrasi.
h. Asas
tugas perbantuan.
2. Prinsip
– Prinsip Otonomi Daerah dalam UU No. 32 tahun 2004
a. Demokrasi,
keadilan, pemerataan, keistimewaan dan kekhususan, serta potensi dan
keanekaragaman daerah.
b. Otonomi
luas, nyata, dan bertanggung jawab.
Otonomi
luas : daerah yang memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi
pelayanan, peningkata peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Otonomi
nyata : penanganan urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas,
wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh,
hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
Otonomi
yang bertanggungjawab : dalam penyelenggaraan otonomi harus sejalan dengan
tujuan dan maksud pemberian otonom, yang pada dasarnya untuk memberdayakan
daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
c. Otonomi
daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota.
d. Sesuai
dengan konstitusi negara.
e. Kemandirian
daerah otonom.
f. Meningkatkan
peranan dan fungsi badan legislatif daerah.
g. Asas
dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi sebagai wilayah administrasi.
h. Asas
tugas perbantuan.
C. Otonomi
daerah dan pembangunan daerah
Otonomi
daerah adalah sebuah agenda nasional yang diharapkan dapat mencegah terjadinya
sentralisasi yang sebenarnya sudah menimpa bangsa Indonesia selama periode orde
baru.Sejak diberlakukannya Undang-undag tentang pemerintahan daerah, yaitu UU
no.22 tahun 1999 dan UU no.25 tahun 1999 diharapkan juga dapat membawa
perubahan yang signifikan bagi daerah yang juga nantinya akan membawa
kesejahteraan bagi bangsa ini sendiri.
Kebijaksanaan
otonomi daerah melalui UU no.22 tahun 1999 memberikan otonomi yang angat luas
kepada daerah, khususnya Kabupaten dan Kota. Hal itu ditempuh dalam
rangka mengembalikan harkat dan martabat di daerah; memberikan peluang
politik dalam rangka peningkatan kualitas demokrasi di Daerahpeningkatan
efisiensi pelayanan public di Daerah, peningkatan percepatan pembangunan Daerah,
dan pada akhirnya diharapkan pula penciptaan cara berpemerintahan yang baik.
Otonomi
daerah diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan daerah selain
juga menciptakan keseimbangan antar daerah hingga terjadi perataan
kesejahteraan dan tidak adanya daerah tertinggal ataupun sentralisasi. Untuk
menciptakan pembangunan daerah yang cepat dan meningkat maka perlu adanya
prasyarat terutama bagi penyelenggara daerah tersebut. Yang diharapkan dari
pemerintahan daerah tersebut adalah sejumlah berikut:
1. Fasilitas.
pemerintah daerah sebagai pelaksana daerah sebaiknya memenuhi fasilitas kepada
masyarakatnya terutama yang berkaitan dengan masalah ekonomi,karena memang pada
dasarnya pembangunan daerah dapat terjadi karena bantuan ekonomi(keuangan).Jadi,jika
pemerintah memudahkan fasilitas maka pembangunan daerah bukanlah sesuatu yang
susah pencapaiannya.
2.
Pemerintah daerah harus kreatif. Kreatif yang dimaksud di sini adalah
bagaiman cara mengalokasikan dana yang bersumber dari Dana Alokasi Umum atau
yang berasal dari PAD. Selain itu dapat menciptakan keunggulan komparatif
bagi daerahnya, sehingga pemilik modal akan beramai-ramai menanamkam modal di
daerah tersebut. Kreatifitas ini juga berkaitan dengan kepiawaian pemerintah
membuat program-program menarik sehingga pemerintah pusat akan memberikan Dana
Alokasi Khusus, sehingga banyak dana yang di sedot dari Jakarta ke Daerah.
3. Pemerintah
daerah menjamin kesinambungan usaha.
4. Politik
lokal yang stabil.
5. Pemerintah
harus komunikatif dgn LSM/NGO, terutama dalam bidang perburuhan dan
lingkungan hidup. Namun sebenarnya yang penting bagi daerah adalah terciptnya
lapangan kerja,serta disertai kemampuan menghadapi laju inflasi dan
keseimbangan neraca perdagangan internasional. Penciptaan lapangan kerja
akan berpengaruh pada peningkatan daya beli dan kecenderungan untuk menabung,
dengan meningkatnya daya beli berarti penjualan atas barang dan jasa juga
meningkat, artinya pajak penjualan barang dan jasa juga meningkat sehingga
Pendapatan Daerah dan Negara juga meningkat. Semuanya akan di kembalikan pada
masyarakat dalam bentuk proyek atau bantuan atau sejumlah intensif yang lain,
sehingga lambat laun kesejahteraan masyarakat akan meningkat dan disitulah
pembangunan daerah benar-benar dijalankan.
D. Kesalah
pahaman terhadap otonomi daerah
Pembaruan
kebijaksanaan otonomi daerah menurut Undang – Undang No. 25 tahun 1974 yang
telah dipraktekan selama 25 tahun di indonesia kemudian berubah menjadi Undang
– Undang No. 22 tahun 1999 dan diperbarui kembali menjadi Undang – Undang No.
32 tahun 2004 yang memberikan otonomi sangat luas kepada daerah, khususnya
kabupaten dan kota tentunya menimbulkan berbagai kesalahpahaman yang muncul di
kalangan masyarakat karena terbatasnya pemahaman umum tentang pemerintahan
daerah, dalam bukunya yang berjudulOtonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Drs.
H. Syaukani, HR, Prof. Dr. Afan Gaffar, MA, dan Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, MA
menyatakan berbagai kesalahpahaman mengenai otonomi daerah yang muncul
dikalangan masyarakat diantaranya adalah
1. Otonomi
daerah dikaitkan semata – mata dengan uang. Pemahaman otonomi daerah harus
mencukupi sendiri segala kebutuhanya, terutama di bidang keuangan. Tidak dapat
dipungkiri bahwa uang memang merupakan sesuatu yang mutlak, namun yuang bukan
satu – satunya alat dalam menggerakkan roda pemerintahan. Kata kunci dari
otonomi adalah “kewenangan”. Dengan kewenangan uang dapat dicari dan dengan itu
pula pemerintah harus mampu menggunakan uang dengan bijaksana, tepat guna dan
berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
2. Daerah
belum siap dan belum mampu. Pembuatan kebijaksanaan otonomi daerah menurut
Undang – Undang No. 22 tahun 1999 dianggap tergesa- gesa karena daerah tidak /
belum siap dan tidak / belum mampu. Munculnya pandangan seperti ini sebagai
akibat dari munculnya kesalahpahaman yang pertama karena selama ini daerah
sangat bergantung pada pusat dalam bidang keuangan, apalagi melihat kontribusi
Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD rata – rata di bawah 15% untuk kabupaten
dan kota di seluruh Indonesia.
3. Dengan
otonomi daerah maka pusat akan melepaskan tanggungjawabnya untuk membantu dan
membina daerah. Kekhawatiran yang muncul dari daerah – daerah dengan
adanya otonomi adalah pemerintah pusat melepaskan sepenuhnya terhadap daerah,
terutama di bidang keuangan. Padahal dalam Undang – Undang No. 22 tahun 1999
menganut falsafah yang sudah sangat umum dikenal di berbagai negara, yaitu
setiap pemberian kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada daerah harus disertai
dengan dana yang jelas dan cukup, apakah dalam bentuk Dana Alokasi Umum atau
Dana Alokasi Khusus serta bantuan keuangan yang lainya dari pemerintah pusat
pada daerah.
4. Dengan
otonomi maka daerah dapat melakukan apa saja.Kesalahpahaman adanya otonomi
daerah berarti bebas melakukan apa saja tanpa terbatas. Padahal otonomi yang
diselenggarakan adalah dalam rangka memperkuat NKRI dan pemerataan
kesejahteraan di seluruh daerah, Daerah memang dapat melakukan apa saja
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang – undang yang
berlaku secara nasional. Disamping itu kepentingan masyarakat merupakan patokan
yang paling utama dalam mengambil atau menentukan suatu kebijaksanaan di
daerah.
5. Otonomi
daerah akan menciptakan raja – raja kecil di daerah dan memindahkan korupsi di
daerah. Otonomi daerah dapat memindahkan KKN dengan menciptakan raja –
raja kecil di daerah dapat terjadi apabila dilakukan tanpa kontrol sama
sekali dari masyarakat seperti yang telah dialami bangsa Indonesia oleh pemerintahan
Orde Baru ataupun Orde Lama. Sedangkan otonomi daerah saat ini mendasarkan pada
demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan daerah, tidak ada lagi penguasa
tunggal seperti pada masa lampau.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
berbagai uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa otonomi daerah dibentuk
sebagai jalan pintas pemerintah pusat untuk melaksanakan pengontrolan dan
pelaksanaan pemerintahan secara langsung di daerah yang sesuai dengan
karakteristik masing – masing daerah dan kemudian semua kebijakan atau hukum
yang akan dibentuk di daerah tersebut adalah merupakan bentuk aplikasi langsung
terhadap sistem demokratisasi yang mengikutsertakan rakyat melalui lembaga atau
partai politik di daerah. Tujuan daripada pengadaan kebijakan otonomi daerah
adalah untuk pengembangan daerah dan masyarakat daerah menuju kesejahteraa
dengan cara dan jalannya masing – masing.
B. Saran
Makalah
ini ditulis dengan keterbatasan penulis atas pengalaman dan ilmu pengetahuan,
sehingga makalah ini tercipta jauh dari hasil yang sempurna, semoga makalah ini
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Abdul Gaffar, 2003,
Kompleksitas Otonomi Daerah di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Syaukani, dkk, 2009, Otonomi Daerah
Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Widjaja, HAW, 2004, Otonomi Daerah
dan Daerah Otonom, Jakarta : PT Grafindo Persada.
PPT OTODA Bahan ceramah Direktorat
Jendral Otonomi Daerah pada KRA XXXVII Lemhannas 2004.
Drs. H. Syaukani dkk,
Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, cet.VIII (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), hlm. 209
Ibid, hlm. 218